Kali ini sungai kehidupan membawa diriku ke Sarolangun,sebuah kabupaten di propinsi Jambi yang terletak di jalan lintas Sumatera . Kalau ingatan ini masih bisa diandalkan, Sarolangun adalah daerah ke lima tempatku bekerja setelah Solok, Pesisir Selatan, Mentawai, dan terakhir Kumpeh. Semua kerja terkait dengan pemberdayaan masyarakat, pemerintah daerah dan dua terakhir dengan dunia capital/insdustri perkebunan kelapa sawit dan tetap terhubung dengan masyarakat dan pemerintah. Dan secara kebetulan pula, entah kenapa? Kelima tempat tadi selalu saja memiliki unsure air (sungai + laut) yang kuat. Dipikir – pikir aku jadi seperti pelaku “peladang berpindah” dalam hutan dunia kerja, yang kondisinya sama dengan yang terjadi dengan hutan sebenarnya.
Hebat ! secara mendadak aku menemukan sebuah konsep adopsi untuk mendefenisikan seorang yang diberi nama Juan Fransiska Ariadini. Nama yang terkadang membuat ku sedikit repot untuk menjelaskan. Kenapa Juan? Kenapa Fransiska? Malah terkadang langsung di hubungkan dengan salah satu agama tertentu . Atau malah nama yang seharusnya dilekatkan kepada seorang perempuan manis .
Balik lagi ke soal peladang berpindah. Kenapa kok bisa – bisanya jadi peladang berpindah? Jawabannya sederhana : “saat sekarang dapat rezeki dan nyamannya ya itu (dinyaman – nyamanin sih huhahahahaha) “. Dan lagi – lagi ternyata ada banyak orang yang nggak nyaman dengan pilihan dan jalan hidup yang nggak ajeg sepenuhnya seperti itu, dengan pengertian menetap, berkumpul dengan keluarga dan permanen, seperti kehidupan normal lainnya.
Jika di susuri lebih dalam sebenarnya ini sangat terkait dengan status kerja yang tidak permanen ataupun kontrak perkegiatan sebagaimana 3 pekerjaan awal. Tapi khusus di Mentawai, aku mengundurkan diri dari kontrak kerja karena beberapa alasan ; 1). Kontrak kerja tidak sesuai dengan yang di janjikan, ada kelebihan untuk kerja daerah remote, 2). Yang paling mengkhawatirkan dan menakutkan adalah tidak adanya Standar Operasional Kerja terutama saat mengunakan transportasi speed boad untuk menuju lokasi kerja. Bagaimana tidak? Walaupun di asuransikan, tidak mungkin dapat melakukan klaim asuransi jiwa jika saat berada diatas speedboad tidak dilengkapi life jacket. Dan ini sangat konyol untuk diteruskan, belum lagi kemampuan berenang yang minim.
Ternyata alasan status kerja yang kontrak tidak juga sepenuhnya benar, karena di tempat kerja keempat dengan status kerja permanen, aku cuma bertahan 1,6 tahun. Padahal sebelumnya sudah membuat target, minimal 2 tahun kerja. Komitmen tadi aku lepas karena aku mulai nggak nyaman, merasa mandeg –jalan ditempat, dan secara bersamaan ada tawaran yang lebih menarik, terutama dari segi penghasilan. Apalagi sekarang aku tidak lagi single. Ada pemudi manis, istri tercinta disampingku sekarang. Bisa berkumpul bersama Istri,Insyaaallah anak –anak nyusul. Dan kali ini perjuangan baru dimulai, tentu dengan Bismillah... Bung, Mba, Yuk, Dek dan sterusnya.
Sarolangun, 29 Mei 2008
Hebat ! secara mendadak aku menemukan sebuah konsep adopsi untuk mendefenisikan seorang yang diberi nama Juan Fransiska Ariadini. Nama yang terkadang membuat ku sedikit repot untuk menjelaskan. Kenapa Juan? Kenapa Fransiska? Malah terkadang langsung di hubungkan dengan salah satu agama tertentu . Atau malah nama yang seharusnya dilekatkan kepada seorang perempuan manis .
Balik lagi ke soal peladang berpindah. Kenapa kok bisa – bisanya jadi peladang berpindah? Jawabannya sederhana : “saat sekarang dapat rezeki dan nyamannya ya itu (dinyaman – nyamanin sih huhahahahaha) “. Dan lagi – lagi ternyata ada banyak orang yang nggak nyaman dengan pilihan dan jalan hidup yang nggak ajeg sepenuhnya seperti itu, dengan pengertian menetap, berkumpul dengan keluarga dan permanen, seperti kehidupan normal lainnya.
Jika di susuri lebih dalam sebenarnya ini sangat terkait dengan status kerja yang tidak permanen ataupun kontrak perkegiatan sebagaimana 3 pekerjaan awal. Tapi khusus di Mentawai, aku mengundurkan diri dari kontrak kerja karena beberapa alasan ; 1). Kontrak kerja tidak sesuai dengan yang di janjikan, ada kelebihan untuk kerja daerah remote, 2). Yang paling mengkhawatirkan dan menakutkan adalah tidak adanya Standar Operasional Kerja terutama saat mengunakan transportasi speed boad untuk menuju lokasi kerja. Bagaimana tidak? Walaupun di asuransikan, tidak mungkin dapat melakukan klaim asuransi jiwa jika saat berada diatas speedboad tidak dilengkapi life jacket. Dan ini sangat konyol untuk diteruskan, belum lagi kemampuan berenang yang minim.
Ternyata alasan status kerja yang kontrak tidak juga sepenuhnya benar, karena di tempat kerja keempat dengan status kerja permanen, aku cuma bertahan 1,6 tahun. Padahal sebelumnya sudah membuat target, minimal 2 tahun kerja. Komitmen tadi aku lepas karena aku mulai nggak nyaman, merasa mandeg –jalan ditempat, dan secara bersamaan ada tawaran yang lebih menarik, terutama dari segi penghasilan. Apalagi sekarang aku tidak lagi single. Ada pemudi manis, istri tercinta disampingku sekarang. Bisa berkumpul bersama Istri,Insyaaallah anak –anak nyusul. Dan kali ini perjuangan baru dimulai, tentu dengan Bismillah... Bung, Mba, Yuk, Dek dan sterusnya.
Sarolangun, 29 Mei 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar