Minggu, 23 November 2008

MY POEM

Bulan Sabit Temaram Di kebun

Bulan sabit temaram dikebun
Malam ini aku tak sampai ke jambi
Mencari dirimu
Diantara terik dan kabut asap
Tepian batang hari
Apa yang kau simpan untuk ku ceritakan
Aku membaca mu sebagai puing sejarah para penjiarah
Dan hari ini penduduknya, menjadikanya deretan etalase petitism
Jantung, juga lorong kotamu kicau burung walet
yang selalu kau bujuk untuk pulang
Dengan kicauan toa atau recorder
bergayut pulang dirumah manusianya yang sipit
berjejer rapi dikabel-kabel listrik kota

malam ini diantara tumpukan kain kotor
aku tak sampai ke jambi
bulan sabit temaram dikebun
(Kumpeh, November 2006)


Bersemayam bersama angin

jejak kembali
senja hadir sebagai angin
tak senyap
resah pada yang kemarin kembali
malam hadir sebagai angin
tak berai
pagi hadir sebagai angin
dingin

cemas pada yang pergi
kwatir pada yang kembali
ragu pada yang datang
mengapa terulang kembali meski tergenang dan gaduh
sementara nyanyian air pecah dibebatuan
alam mengubahnya menjadi saseki
jejak pikir
wajah hati
wajah berpijak
wajah kembali,
tapi kini kau dan aku
tlah jadikan kata-kata kehilangan mantranya.
(Kumpeh, Desember 2006)



Hujan yang terbawa angin

Hujan yang terbawa angin
Datang secara tak utuh
Pada tempat aku berdiri
Dimana aku menyaksikan dalam hitungan jam
Jembatan kayu tergantikan besi-besi
Dengan mesin yang tak terjangkau
Dengan mesin yang sebenarnya masih saja aku takutkan
Mengambil nilai manusia
Dan melupakan apa artinya keringat tubuh

Hujan yang terbawa angin
Membasahi tanam
Tumbuhan
Mungkin juga penyuka hujan seperti dirimu
Bukan atas kehendaknya yang pergi secara mendadak
Karena terbawa angin
Sama seperti hujan
Juga bisa kau ciptakan
Dengan menabur berkarung-karung garam
diatas barisan awan
dilangit sana
(Kumpeh, Maret 2007)



Pagi,hujan dan juga jogya

Pagi telah lama pergi
Aku masih di kamar
Tak beranjak
Memikirkanmu
Adakah kau ingat
Pagi
Dimana aku memikirkan ;
Dirimu
Hujan
Dan juga Jogya

Katamu, di malioboro
ada jejak hujan tergilas roda becak
wajahku dingin disini
Setika itu, sedih tak ada,
aku akan merindu untuk selalu kembali

Sebentar ini
Aku seperti
Mendengar
Derai tawamu
disela hujan siang

(Kumpeh, April 2007)


Memoar Tangga Raja

dua malam ini dirimu kembali nyinyir
terjaga resah kata dan berkata dunia kita berbeda
kau adalah warisan tambo usang sedangkan diriku adalah rintisan
menjelma buku-buku dan perjalanan
jalan publikasi

mengapa semuanya menjadi begitu berbeda
bukankah dia telah lama lebur kedalam bahasa bukumu
yang kau cerna dari percakapan para penjaga nilai
mungkin juga sebagiannya kau curi dari tambo usang dari perjalanan kembali
kini kau merasa takut dan getir memasuki ketidak pastian
pusaran waktu
dimana ruang tempat bicara semakin terbatas dan dibatasi
kau memutuskan pergi
tidak lagi sebagai sebuah isyarat

seketika itu juga aku kembali menatap sebrang batang hari,
sejarah yang belum sempat ku singgahi (jambi, 060507)

Tidak ada komentar: